MAKALAH
Konflik perbedaan induvidu,perbedaan ras,perbedaan
suku bangsa,perbedaan agama,perbedaan politik,kelas sosial dan internasional
Nama : Ervina wati
Kelas : XI MM 4
Bap I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Tidak satu pun manusia
yang dapat hidup sendiri di dunia ini, satu dengan yang lainnya akan saling
membutuhkan, memerlukan, melengkapi, dan memenuhi seputar kebutuhan hidupnya.
Dengan adanya hal itulah mereka berkomunikasi sehingga terciptalah interaksi dan
tanggapan prilaku seseorang, akan adanya interaksi-interaksi tersebut, karena
konflik itu menurut Coser adalah perbedaan fokus dan pemahaman manusia.
Faktor-faktor yang
menjadi akar timbulnya konflik harus diangkat dengan benar-benar jelas sampai
kepermukaan publik, sebab dengan cara ini kita bisa mencari solusinya. Etnik
atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan
lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu mungkin
tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat
menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.
Konflik antar etnis
ini terjadi karena benturan budaya, kepentingan, ekonomi politik, dan lain
lain. Dan demi menciptakan Negara yang aman dan tentram, pemerintah harus menyelesaikan
masalah konflik antar etnis. Cara yang lebih demokratik demi tercegahnya
perpecahan, dan penindasan atas yang lemah oleh yang lebih kuat, adalah cara
penyelesaian yang berangkat dari niat untuk take a little and give a
little, didasari itikat baik untuk berkompromi dan bermusyawarah.
Bap II
Pembahasan
Pengertian Konflik
Konflik didefinisikan
sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling
bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu
dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan
terhadap tindakan tersebut
Implikasi dari
definisi konflik adalah :
1. Konflik dapat terjadi di dalam atau di luar
sebuah system kerja peraturan.
2. Konflik harus disadari oleh setidaknya salah
satu pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.
3. Keberlanjutan bukan suatu hal yang penting
karena akan terhenti ketika suatu tujuan telah tercapai
4. Tindakan bisa jadi menahan diri dari untuk
tidak bertindak
CONTOH KONFLIK POLITIK YANG TERJADI DI
INDONESIA
Peristiwa Madiun Peristiwa Madiun adalah
sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur bulan September sampai
Desember 1948 antara pemberontak komunis PKI dan TNI. Peristiwa ini diawali
dengan diproklamasikannya Negara Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18
September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia
dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifoeddin. Pada
saat itu hingga era Orde Lama berakhir, peristiwa ini dinamakan Peristiwa
Madiun, dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan Pemberontakan PKI
Madiun. Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada
di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun
tokoh-tokoh masyarakat dan agama. **Masih ada kontroversi mengenai peristiwa
ini. Sejumlah pihak merasa bahwa tuduhan PKI yang mendalangi peristiwa ini
sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru dan sebagian pelakunya berasal
dari Orde Lama. 2. Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil Peristiwa Kudeta
Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta 23 Januari adalah peristiwa yang terjadi
pada 23 Januari 1950 dimana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga
mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota
Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi
gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan
bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda. 3.
Pemberontakan DI/TII Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan
nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah
gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12
Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di
Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa
Barat. Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru
saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada dimasa perang dengan tentara
Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar
negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam
Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya
dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi
adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan
tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan
syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan
Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam
Qur'aan Surah Al-Maidah, ayat 50. Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di
beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di
Jawa Tengah), Sulawesi Selatan dan Aceh. Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI
dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis
secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah
Indonesia. 4. Peristiwa Andi Azis Peristiwa Andi Azis Adalah upaya pemberontakan
yang dilakukan oleh Andi Azis, seorang bekas perwira KNIL untuk mempertahankan
keberdaan Negara Indonesia Timur, dan enggan Kembali ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Andi Azis adalah seorang bekas Perwira KNIL yang bergabung
Ke APRIS. Ia diterima masuk APRIS. Pada hari pelantikanya disaksikan oleh
Letkol Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah itu
ia menggerakan pasukannya menyerang markas TNI dan menawan sejumlah perwira TNI
termasuk Mokoginta. Setelah menguasai Makassar, ia menyatakan bahwa Negara
Indonesia Timur harus dipertahankan. Ia menuntut agar anggota APRIS bekas KNIL
bertanggung jawab atas keamanan di wilayah Indonesia Timur. Pada 8 April 1950
pemerintah mengultimatum yang isinya bahwa Andi Azis untuk datang ke Jakarta
dan mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan Waktu 4 x 24 jam namun tidak
diindahkan. Setelah batas waktu terlewati, pemerintah mengirimkan pasukan
dibawah Kolonel Alex Kawilarang dan hasilnya Pada Tanggal 15 April 1950 ia
datang ke Jakarta untuk Menyerahkan diri. 5. Konflik Papua Konflik Papua adalah
konflik di Papua dan Papua Barat di Indonesia. Karena daerah ini menjadi bagian
dari Indonesia pada tahun 1963, akibatnya Papua Merdeka (Organisasi Papua
Merdeka / OPM) telah melancarkan pemberontakan berskala kecil untuk meminta
Papua menjadi negara sendiri. Pengibaran bendera Bintang Kejora dan protes
damai adalah hal yang ilegal untuk dilakukan dan sangat dilarang. Wilayah ini
kaya akan sumber daya alam, sehingga semakin memanaskan konflik. 6. Pemberontakan
di Aceh Pemberontakan di Aceh dikobarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk
memperoleh kemerdekaan dari Indonesia antara tahun 1976 hingga tahun 2005.
Operasi militer yang dilakukan TNI dan Polri (2003-2004) untuk menyerang GAM
tidak berhasil karena gempa bumi beserta Tsunami yang terjadi di Samudra Hindia
pada tahun 2004 keburu menerjang Aceh sehingga mengakibatkan kehancuran bagi
seluruh pihak yang ada di Aceh, baik itu TNI, POLRI, GAM, maupun masyarakat
Aceh sendiri. Akibat bencana alam tersebut, sehingga menyebabkan diadakannya
persetujuan perdamaian dan berakhirnya pemberontakan.
Konflik Antar Etnis
Konflik
etnis adalah konflik yang terkait dengan permasalahan permasalahan mendesak
mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua
kelompok etnis atau lebih. Konflik etnis seringkali bernuansa kekerasan, tetapi
bisa juga tidak. Namun biasanya konflik etnis bernuansa dengan kekerasan dan
jatuh korban. Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang
berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku
tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut
dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.
Faturochman
menyebutkan setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi terjadinya
konflik etnis terjadi disebuah tempat. Enam hal tersebut antara lain yakni:
SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan
yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama,
kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Setiap tindakan yang melibatkan
kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri dan
golongan dapat dikatakan sebagai tidakan SARA. Tindakan ini mengebiri dan
melecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang melekat pada manusia. SARA
Dapat Digolongkan Dalam Tiga Katagori :
• Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan.
• Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.
• Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.
Dalam pengertian lain SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
SARA akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap menjadi salah satu sebab terjadinya berbagai gejolak sosial di negara kita. Perkelahian antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan Barat, perkelahian antara suku Makasar dan penduduk asli Timor yang kemudian berkembang menjadi pergesekan antaragama Katolik dan Islam, merupakan contoh peristiwa SARA (suku, agama, ras, antargolongan) di negara kita. Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan suku bangsa, maka masalah SARA merupakan hal biasa. Tapi ada beberapa hal menarik untuk dicermati dalam masalah SARA. Pertama, hubungan antara suku pribumi dan nonpribumi (baca: Cina) sampai saat ini belum dapat dipecahkan, dan tetap menjadi pemicu potensial timbulnya konflik sosial. Kedua, SARA muncul kembali sebagai faktor pendorong timbulnya "nasionalisme daerah", berupa upaya memisahkan suatu wilayah dari wilayah Republik Indonesia, meskipun masalah ini secara historis seharusnya sudah selesai ketika bangsa ini memproklamasikan Sumpah Pemuda 1928. Ketiga, ada gejala bergesernya sebab pemicu: timbulnya gejolak sosial dari masalah SARA ke masalah yang bersifat struktural.
SARA, khususnya agama, sering terlihat menjadi pemicu. Namun kita perlu bersikap hati-hati sebelum mengambil kesimpulan bahwa agama "adalah pemicu utama" pecahnya suatu konflik sosial. Faktor agama dari SARA hanya menjadi "limbah" suatu masalah yang lebih besar, seperti masalah penguasaan sumber daya alam, kesiapan bersaing, serta kolusi antara pejabat dan suatu etnik tertentu. Demikian pula halnya suku dalam SARA. Sebagai contoh, kebetulan etnik Cina atau suku Makasar dan Madura mampu bersaing dalam penguasaan sumber alam, maka merekalah yang dijadikan tumpuan kemarahan suku yang merasa kehilangan penguasaan sumber alamnya.
Kita memang perlu melihat masalah SARA dari perspektif lain, yakni perspektif ketidakseimbangan antara suku dalam akses mereka pada sumber alam dan faktor-faktor pada tingkat makro lain, seperti belum terciptanya birokrasi yang secara politis netral. Perspektif seperti ini akan melihat masalah sebenarnya yang kini dihadapi bangsa ini, karena SARA hanya merupakan "limbah" masalah dasar itu, serta wahana mobilisasi masyarakat, guna menarik perhatian pemerintah untuk menyelesaikan masalah dasar tersebut. Indonesia memang perlu perubahan apabila ingin memasuki abad ke-21 dengan utuh sebagai suatu bangsa.
SARA tak akan mampu memicu terjadinya suatu ketegangan apabila tak terkait dengan faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Singapura dan Malaysia adalah negara multietnik dan multibudaya, namun hubungan antaretnik relatif harmonis. Hipotesis saya, karena Pemerintah Malaysia dan Singapura -berserta aparaturnya- termasuk pemerintahan yang bersih, baik dari segi ekonomi maupun politik. Karena aparatur kedua pemerintahan itu bersih, maka keadilan pun terjamin.
Masih sulit untuk mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan yang bersih. Akibatnya, keadilan sulit dicapai.Sekelompok etnik tertentu, yang bekerja sama dengan aparatur negara yang tak bersih, mampu lebih cepat memanfaatkan kesempatan yang diciptakan pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap anti terhadap suku tertentu.
Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul karena kelompok etnik itu mengalami political insecurity dalam masyarakat, sehingga mereka perlu mencari security melalui aliansi dengan aparatur pemerintah yang mengalami economic insecurity.
Gejala menarik yang terjadi di negara kita, adanya satu birokrasi yang merupakan bagian suatu organisasi sosial politik (orsospol). Ketidaknetralan birokrasi itu dapat memancing ketegangan sosial yang manifestasinya adalah pada tindakan SARA. Contohnya, beberapa gejolak sosial pada Pemilu 1997, seperti terjadi di Pekalongan. Dalam hal ini, kita dapat mendeteksi adanya political insecurity di kalangan aparatur, yakni takut kehilangan jabatan apabila orsospol tertentu kalah. Political insecurity itu sering dimanifestasikan dalam tingkah laku yang bersifat overakting, yang dapat menimbulkan reaksi keras dari orsospol lain, yang pada akhirnya menimbulkan tindakan SARA.
Bagaimanapun, SARA adalah bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Kita tak dapat menghindar dari masalah ini. Kita dapat mencegah SARA menjadi sumber kerawanan dengan menempuh beberapa cara. Pertama, dalam membangun perekonomian harus secara tegas ditempuh pendekatan affirmative action, yakni memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada penduduk pribumi untuk berkembang. Kedua, pemerintah harus menciptakan aparatur pemerintah yang netral dari segi politis. Korpri harus dianggap sebagai organisasi profesional pegawai negeri sipil, bukan mesin perolehan suara dalam pemilu. Ketiga, terciptanya suatu organisasi bagi kelompok etnik Cina yang dapat memberikan perlindungan politis bagi mereka, sehingga tak perlu mencari perlindungan kepada birokrasi. Keempat, menciptakan pemerintahan yang bersih dari segala jenis kecurangan.
• Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan.
• Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.
• Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.
Dalam pengertian lain SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
SARA akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap menjadi salah satu sebab terjadinya berbagai gejolak sosial di negara kita. Perkelahian antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan Barat, perkelahian antara suku Makasar dan penduduk asli Timor yang kemudian berkembang menjadi pergesekan antaragama Katolik dan Islam, merupakan contoh peristiwa SARA (suku, agama, ras, antargolongan) di negara kita. Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan suku bangsa, maka masalah SARA merupakan hal biasa. Tapi ada beberapa hal menarik untuk dicermati dalam masalah SARA. Pertama, hubungan antara suku pribumi dan nonpribumi (baca: Cina) sampai saat ini belum dapat dipecahkan, dan tetap menjadi pemicu potensial timbulnya konflik sosial. Kedua, SARA muncul kembali sebagai faktor pendorong timbulnya "nasionalisme daerah", berupa upaya memisahkan suatu wilayah dari wilayah Republik Indonesia, meskipun masalah ini secara historis seharusnya sudah selesai ketika bangsa ini memproklamasikan Sumpah Pemuda 1928. Ketiga, ada gejala bergesernya sebab pemicu: timbulnya gejolak sosial dari masalah SARA ke masalah yang bersifat struktural.
SARA, khususnya agama, sering terlihat menjadi pemicu. Namun kita perlu bersikap hati-hati sebelum mengambil kesimpulan bahwa agama "adalah pemicu utama" pecahnya suatu konflik sosial. Faktor agama dari SARA hanya menjadi "limbah" suatu masalah yang lebih besar, seperti masalah penguasaan sumber daya alam, kesiapan bersaing, serta kolusi antara pejabat dan suatu etnik tertentu. Demikian pula halnya suku dalam SARA. Sebagai contoh, kebetulan etnik Cina atau suku Makasar dan Madura mampu bersaing dalam penguasaan sumber alam, maka merekalah yang dijadikan tumpuan kemarahan suku yang merasa kehilangan penguasaan sumber alamnya.
Kita memang perlu melihat masalah SARA dari perspektif lain, yakni perspektif ketidakseimbangan antara suku dalam akses mereka pada sumber alam dan faktor-faktor pada tingkat makro lain, seperti belum terciptanya birokrasi yang secara politis netral. Perspektif seperti ini akan melihat masalah sebenarnya yang kini dihadapi bangsa ini, karena SARA hanya merupakan "limbah" masalah dasar itu, serta wahana mobilisasi masyarakat, guna menarik perhatian pemerintah untuk menyelesaikan masalah dasar tersebut. Indonesia memang perlu perubahan apabila ingin memasuki abad ke-21 dengan utuh sebagai suatu bangsa.
SARA tak akan mampu memicu terjadinya suatu ketegangan apabila tak terkait dengan faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Singapura dan Malaysia adalah negara multietnik dan multibudaya, namun hubungan antaretnik relatif harmonis. Hipotesis saya, karena Pemerintah Malaysia dan Singapura -berserta aparaturnya- termasuk pemerintahan yang bersih, baik dari segi ekonomi maupun politik. Karena aparatur kedua pemerintahan itu bersih, maka keadilan pun terjamin.
Masih sulit untuk mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan yang bersih. Akibatnya, keadilan sulit dicapai.Sekelompok etnik tertentu, yang bekerja sama dengan aparatur negara yang tak bersih, mampu lebih cepat memanfaatkan kesempatan yang diciptakan pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap anti terhadap suku tertentu.
Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul karena kelompok etnik itu mengalami political insecurity dalam masyarakat, sehingga mereka perlu mencari security melalui aliansi dengan aparatur pemerintah yang mengalami economic insecurity.
Gejala menarik yang terjadi di negara kita, adanya satu birokrasi yang merupakan bagian suatu organisasi sosial politik (orsospol). Ketidaknetralan birokrasi itu dapat memancing ketegangan sosial yang manifestasinya adalah pada tindakan SARA. Contohnya, beberapa gejolak sosial pada Pemilu 1997, seperti terjadi di Pekalongan. Dalam hal ini, kita dapat mendeteksi adanya political insecurity di kalangan aparatur, yakni takut kehilangan jabatan apabila orsospol tertentu kalah. Political insecurity itu sering dimanifestasikan dalam tingkah laku yang bersifat overakting, yang dapat menimbulkan reaksi keras dari orsospol lain, yang pada akhirnya menimbulkan tindakan SARA.
Bagaimanapun, SARA adalah bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Kita tak dapat menghindar dari masalah ini. Kita dapat mencegah SARA menjadi sumber kerawanan dengan menempuh beberapa cara. Pertama, dalam membangun perekonomian harus secara tegas ditempuh pendekatan affirmative action, yakni memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada penduduk pribumi untuk berkembang. Kedua, pemerintah harus menciptakan aparatur pemerintah yang netral dari segi politis. Korpri harus dianggap sebagai organisasi profesional pegawai negeri sipil, bukan mesin perolehan suara dalam pemilu. Ketiga, terciptanya suatu organisasi bagi kelompok etnik Cina yang dapat memberikan perlindungan politis bagi mereka, sehingga tak perlu mencari perlindungan kepada birokrasi. Keempat, menciptakan pemerintahan yang bersih dari segala jenis kecurangan.
Penyebab terjadinya Perang Dunia I dan
II
Sebagai Salah Satu Contoh Konflik
Internasional Perang Dunia I Perang Dunia I (disingkat PDI atau PD1; juga
dinamakan Perang Dunia Pertama, Perang Besar, Perang Negara-Negara, dan Perang
untuk Mengakhiri Semua Perang) adalah sebuah konflik dunia yang berlangsung
dari 1914 hingga 1918.Lebih dari 40 juta orang tewas, termasuk sekitar 20 juta
kematian militer dan sipil. Perang ini dimulai setelah Pangeran Franz Ferdinand
dari Austria-Hongaria (sekarang Austria) dibunuh anggota kelompok teroris
Serbia, Gavrilo Princip di Sarajevo. Tidak pernah terjadi sebelumnya konflik
sebesar ini, baik dari jumlah tentara yang dikerahkan dan dilibatkan, maupun
jumlah korbannya. Senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman
massal warga sipil dari udara dilakukan, dan banyak dari pembunuhan massal
berskala besar pertama abad ini berlangsung saat perang ini. Perang ini
berakhir dengan ditandatanginya peletakan senjata tanggal 11 November 1918.
Empat dinasti, Habsburg, Romanov, Ottoman dan Hohenzollern, yang mempunyai akar
kekuasaan hingga zaman Perang Salib, seluruhnya jatuh setelah perang. Perang
Dunia I menjadi saat pecahnya orde dunia lama, menandai berakhirnya monarki
absolutisme di Eropa. Ia juga menjadi pemicu Revolusi Rusia, yang akan
menginspirasi revolusi lainnya di negara lainnya seperti Tiongkok dan Kuba, dan
akan menjadi basis bagi Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Sampai tahun 1917, negara-negara kapitalis menguasai sistem internasional
secara keseluruhan. Semua daerah yang bukan merupakan bagian dari dunia
kapitalis maju mereka kuasai secara langsung maupun tidak langsung dan daerah-daerah
tersebut dieksplotasi sebagai pasar-pasar taklukan dan sumber-sumber bahan
mentah. Negara-negara pengekspor modal membagi dunia diantara mereka sendiri,
dan penyesuaian kembali dilakukan secara berkala, beberapa diantaranya
melibatkan perang. Orang-orang Rusia menyebutkan Perang Dunia I sebagai perang
Imprealis karena mereka melihat itu sebagai suatu persaingan diantara
imperialis untuk mendapatkan sebanyak mungkin jajahan. Penyebab terjadinya
Perang Dunia I ini dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu sebab-sebab secara
umum dan sebab khusus yang menjadi pemicu meletusnya perang dunia. • Adanya
pertentangan antara negara-negara eropa seperti antara Jerman dengan Perancis,
Jerman dengan Inggris dan Jerman dengan Rusia. Penyebab pertentangan antara Jerman
dengan Perancis karena Perancis ingin melakukan politik kevanche, Perancis
balas dendam terhadap Jerman atas kekalahannya pada perang tahun 1870-1871.
Sedangkan pertentangan antara Jerman dengan Inggris karena Inggris merasa
tersaingi oleh Jerman dalam bidang Industri, daerah jajahan dan pembangunan
Angkatan Laut yang dilakukan oleh Jerman. Untuk penyebab pertentangan Jerman
dan Rusia karena Jerman dianggap menghalangi Politik Air Hangat Rusia yang akan
menerobos ke laut tengah. • Adanya politik persekutuan/System of Alliances
politik persekutuan tersebut terbentuk karena masing-masing negara di Eropa
merasa terancam oleh negara tertentu sehingga membentuk persekutuan yang
memputai kesepakatan apabila salah satu anggota persekutuan diserang, maka anggota
yang lain harus membantuinya. Politik persekutuan yang terbentuk adalah TRIPLE
ALLIANTIE tahun 1882 dengan anggotanya Jerman, Austria dan Italia, sedangkan
persekutuan yang lain adalah TRIPLE ENTENE tahun 1907 yang beranggotakan
Inggris, Rusia dan Perancis. • Perlombaan senjata yang timbul akibat adanya
alliansi masing-masing negara saling curiga mencurigai dan saling
mempersenjatai diri. Perang Dunia II Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua
(biasa disingkat PD II) adalah konflik militer global yang terjadi pada 1
September 1939 sampai 2 September 1945 yang melibatkan sebagian besar negara di
dunia, termasuk semua kekuatan-kekuatan besar yang dibagi menjadi dua aliansi
militer yang berlawanan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terbesar
sepanjang sejarah dengan lebih dari 100 juta personel. Dalam keadaan “perang
total,” pihak yang terlibat mengerahkan seluruh bidang ekonomi, industri, dan
kemampuan ilmiah untuk melayani usaha perang, menghapus perbedaan antara sipil
dan sumber-sumber militer. Lebih dari tujuh puluh juta orang, mayoritas warga
sipil, tewas. Hal ini menjadikan Perang Dunia II sebagai konflik paling
mematikan dalam sejarah manusia. Umumnya dapat dikatakan bahwa peperangan
dimulai saat Jerman menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939, dan
berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 pada saat Jepang menyerah kepada tentara
Amerika Serikat. Secara resmi PD II berakhir ketika Jepang menandatangani
dokumen Japanese Instrument of Surrender di atas kapal USS Missouri pada
tanggal 2 September 1945, 6 tahun setelah perang dimulai. Penyebab terjadinya
perang dunia II adalah sebagai berikut: • Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (LBB)
dalam menjalankan tugasnya yaitu dalam menciptakan perdamaian dunia. LBB bukan
lagi alat untuk mencapai tujuan, tetapi menjadi alat politik negara-negara
besar untuk mencari keuntungan. LBB tidak dapat berbuat apa-apa ketika
negara-negara besar berbuat semaunya, misalnya pada tahun 1935 Italia melakukan
serangan terhadap Ethiopia. • Negara-negara maju saling berlomba memperkuat
militer dan persenjataan. Dengan kegagalan LBB tersebut, dunia Barat terutama
Jerman dan Italia mencurigai komunisme Rusia tetapi kemudian Rusia mencurigai
fasisme Italia dan nasionalis-sosialis Jerman. Oleh karena saling mencurigai
akhirnya negara-negara tersebut memperkuat militer dan persenjataannya. •
Munculnya politik alinasi (politik mencari kawan). Adanya politik aliansi
(mencari kawan persekutuan). Kekhawatiran akan adanya perang besar, maka
negara-negara mencari kawan dan muncullah dua blok besar yakni: 1. Blok Fasis,
terdiri atas Jerman, Italia, dan Jepang. 2. Blok Sekutu, terdiri atas: Blok
demokrasi yaitu Perancis, Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda. Blok komunis
yaitu Rusia, Polandia, Hongaria, Bulgaria, Yugoslavia, Rumania, dan Cekoslovakia.
Contoh konfik antar kelas
sosial
Ribuan Buruh Demo Tuntut
Kenaikan Upah Minimum Ribuan buruh melakukan unjuk rasa Rabu (10/12), menuntut
kenaikan upah minimum. Pemerintah juga diminta untuk merevisi upah minimum
provinsi dan kota agar buruh dapat hidup layak. Ribuan buruh melakukan unjuk
rasa di Jakarta untuk menuntut kenaikan upah minimum, Rabu 10/12 (foto:
VOA/Fathiyah). JAKARTA— Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja melakukan
unjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta dan juga depan Kantor Balaikota hari
Rabu (10/12). Para buruh menuntut agar Presiden Joko Widodo membatalkan
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan juga meminta semua
gubernur menaikan upah kerja dengan merevisi upah minimum provinsi dan kota. Di
Jakarta, saat ini upah minimum ditetapkan sebesar Rp 2,4 juta. Angka ini
dianggap tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup para pekerja apalagi setelah
kenaikan harga BBM. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal,
Rabu mengatakan 60 komponen hidup layak (KHL) yang masih digunakan oleh seluruh
Dewan Pengupahan seluruh Indonesia sudah sangat tidak memadai. 60 Komponen
hidup layak tambahnya baik secara kualitas maupun kuantitas sudah tidak lagi
menjamin dan memadai nilai kebutuhan hidup saat ini. Semua nilai upah minimum
lanjutnya sudah di atas 60 item KHL. Untuk itu, menurut Said, para buruh
meminta 60 KHL itu ditingkatkan menjadi 84 item KHL. Hal ini sangat penting
dilakukan lanjutnya mengingat tahun 2015, Indonesia akan memasuki ekonomi ASEAN
atau pasar bebas ASEAN. "Apa tujuan pasar bebas ASEAN adalah
kesejahteraan, di samping perdagangan. Oleh karena itu, karena orientasinya
kesejahteraan dari sisi buruh, sedangkan orientasi perdagangan dari sisi
pemerintah dan pengusahan. Buruh berpandangan ketika masyarakat ekonomi ASEAN
terjadi, berapa upah minimum di Manila, Kuala Lumpung, Bangkok dan berapa di
Jakarta. Hari ini Jakarta baru Rp 2,4 juta. Manila sudah Rp 3,6 juta. Bangkok
sudah Rp 3,2 juta, Kuala Lumpur sudah 2,94 juta," papar Said Iqbal. Said
Iqbal menambahkan, kondisi buruh sekarang ini sangat memprihatinkan ditambah
dengan adanya kenaikan harga BBM. Said Iqbal juga menyatakan bahwa aksi ini
sebagai pemanasan. Nantinya akan ada mogok nasional jilid II yang akan
dilakukan oleh sekitar dua juta buruh pada awal Januari 2015. Tuntutan para
buruh tambahnya juga masih sama. "(Upah) Rp 2,4 juta di Jakarta misalnya,
untuk sewa rumah Rp700 ribu,untuk transportasi, sosial, ke pabrik mungkin Rp600
ribu, itu aja sudah Rp1,3 juta. Makan sehari tarolah di warteg satu kali Rp
10.000 sebulan sudah Rp900 ribu. Ini aja sudah Rp 2,2 juta. Sisa (cuma) 200
ribu. 200 ribu orang bertahan hidup di Jakarta untuk sebulan apakah realistis?
Padahal daya beli kita sudah nomor 10 di dunia," ujar Said lagi. Sementara
itu, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Benny Sutrisno
mengatakan kenaikan upah buruh juga harus dilihat dari kemampuan perusahaannya,
karena apabila perusahaan tidak mampu menaikan upah sesuai tuntutan buruh, maka
banyak perusahaan akan tutup. Akibat yang dirugikan dari penutupan ini,
menurutnya juga para buruh. "Saya kira buruh butuh pengusaha. Pengusaha
butuh buruh. Perjuangan buruh di mana-mana selalu minta upahnya naik, tetapi
perhitungannya jangan hanya dari makro ekonomi. Sisi mikro juga kita harus
hitung. Tidak semua sektor itu mampu bisa bertahan dengan upah minimum yang
diminta buruh," ungkap Benny. Dari pihak pemerintah, Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Hanif Dhakiri menyatakan pemerintah akan mengkaji masalah
pengupahan buruh ini.
Bap III
Penutup
A. KESIMPULAN
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat, konflik
hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
B. SARAN
Kita harus bisa
menyatukan perbedaan kebudayaan kita serta menjaga perasaan, berusaha untuk
mengerti dan menghargai setiap kebudayaan agar konflik antar perbedaayan
kebudayaan didalam masyarakat tidak mudah terjadi di lingkungan hidup kita dan
berusahalah untuk menghindarinya. Selalu bertoleransi, saling menghormati satu sama lain dan
jangan jadikan perbedaan suatu masalah. Karena Indonesia adalah “Bhinnekka
Tunggal Ika” jadi walaupun berbeda tetap satu bangsa.
No comments:
Post a Comment